Sebagai warga negara Indonesia, kita berhak berbangga diri, karena dengan luasnya wilayah dan tingginya keanekaragaman hayati yang dimiliki, hutan Indonesia kini menjadi tumpuan dunia. Kita juga sering melantangkan bahwa hutan adalah penyangga kehidupan yang harus dijaga dengan baik. Tapi apakah kita—masyarakat kota—benar-benar paham tentang hutan? Pernahkah Anda melihat bagaimana bentuknya, mencium aromanya, menginjak tanahnya, atau bermain dengan binatang-binatang yang tinggal di dalamnya?
Jika Anda lahir dan dibesarkan di kota besar, mungkin Anda belum pernah berinteraksi dengan hutan karena sulitnya akses hutan dari kota. Lalu dengan kondisi seperti ini, masih layakkah anggapan bahwa “tinggal di kota” adalah sebuah simbol kemajuan?
Kotor dan menyeramkan. Mungkin dua hal inilah yang terpatri kuat di benak masyarakat kota tentang hutan. Begitu kuatnya, sehingga mereka cenderung menjauhi hutan. Terlepas dari kedua stigma tersebut, sejatinya hutan memiliki banyak fungsi dan manfaat bagi manusia, bahkan melebihi apa yang kebanyakan kita pikirkan selama ini. Yang kita tahu, hutan menghasilkan oksigen dan menyimpan air dalam jumlah besar, tapi tahukah Anda bahwa hutan juga bisa mejadi sarana pendidikan dan bersosial?
Memiliki banyak warna dan suara, hutan sangatlah cocok menjadi tempat bermain dan belajar bagi anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Semakin beragam warna dan suara yang ditangkap oleh panca indera anak- anak, semakin terpicu pula otak mereka untuk berkembang. Lasekapnya yang luas memungkinkan anak-anak berlari dengan bebas, membuat saraf motoris mereka terlatih. Suasananya yang tentram dan mendamaikan hati membuat hutan juga bisa menjadi sarana yang sangat cocok bagi orang dewasa untuk berkumpul dan bersosial. Sambil ditemani nyanyian serangga dan hembusan angin sepoi-sepoi, kegiatan bersosial akan terasa semakin mengasyikkan.
Tak ayal, hutan menjadi hal mutlak yang perlu ada untuk menemani manusia di mana pun manusia beraktivitas, di desa maupun di kota. Sayangnya tidak banyak kota besar di Indonesia memiliki hutan yang berdiri kokoh di antara lintasan-lintasan jalan aspal dan gedung-gedung beton. Sepertinya peraturan pemerintah yang mewajibkan seluruh kota memiliki minimal 30% RTH (Ruang Terbuka Hijau) hanya dianggap angin lalu. Belum lagi terdapat mispersepsi tentang definisi RTH. Di kota-kota besar, orang menganggap taman kota yang 80%-nya ditutupi aspal atau semen adalah RTH. Padahal sejatinya RTH lebih dari itu. RTH seharusnya berbentuk hutan, yang 100% tanah dan tumbuhan, bukan yang sebagian besar ditutupi aspal atau semen.
Tapi, apakah mungkin kita memiliki hutan di tengah kota? Jawabannya adalah sangat mungkin! Kenapa tidak? Tapi tentu saja hanya jika kita menghendakinya. Jika tidak percaya, datang saja ke kota Bandung, kota tempat kami tinggal. Di Bandung, Anda bisa menemukan kawasan bernama Babakan Siliwangi, sebuah hutan mini dengan luas 3,8 hektar yang terletak di jantung kota Bandung. Anda mungkin tidak akan percaya bahwa ini adalah hutan buatan, karena pohonnya tinggi-tinggi dan bermacam-macam, juga terdapat banyak hewan liar di sana.
Hutan kota yang unik ini terletak di antara Jl. Dago dan Jl. Cihampelas, dua ruas jalan yang paling ramai dan merupakan landmark kota Bandung. Betul, Babakan Siliwangi bukan hutan alami. Pada masa penjajahan Belanda, kawasan ini merupakan hamparan sawah yang cukup luas, yang kemudian dialifungsikan menjadi hutan melalui penanaman berbagai jenis pohon. Dan kini, voila…..! Jadilah hutan kota dengan 48 jenis pohon, 14 jenis burung, dan beberapa jenis mamalia!
Keberadaan hutan di tengah kota Bandung yang semakin sarat penduduk dan bangunan bertingkat bagaikan kehadiran sebuah oase di padang pasir. Bayangkan saja ada hutan lebat di sebelah jalan raya yang sarat kendaraan bermotor. Di mana di sana orang dewasa bisa melepas lelah dan penat seusai bekerja seharian… anak-anak bisa belajar tentang alam dan segala sesuatu tentang kehidupan sambil bermain dan berlari-larian di lantai hutan… dan kawula muda bisa berkumpul dan bersosial dengan memanfaatkan keterbukaan ruangnya. Babakan Siliwangi benar-benar aset yang tak ternilai bagi kota Bandung!
Babakan Siliwangi memiliki sejarah yang cukup panjang. Dan pada tahun 2011, sejarah panjang itu diperkaya dengan sejarah baru yang mendunia. Pada bulan September 2011, kawasan Babakan Siliwangi ditetapkan sebagai hutan kota pertama yang diakui dunia. Status baru ini diresmikan di sela Konferensi Internasional Anak-anak dan Pemuda TUNZA, setelah beberapa hari sebelumnya komunitas “UDUNAN” yang merupakan bentuk kerja sama puluhan komunitas di kota Bandung melakukan aksi “Save Babakan Siliwangi”. Pada aksi yang melibatkan ratusan relawan dan membakar kembali semangat anak muda kota Bandung ini, dilakukan pelepasan sebagian aspal jalan yang melintang di Babakan Siliwangi, dan sebagai gantinya dilakukan penanaman berbagai jenis pohon di kawasan tersebut. Pada waktu yang berdekatan, dibangun pula sebuah jembatan kanopi hasil kerja sama UNEP PBB dengan komunitas Bandung Inisiatip. Pembaruan-pembaruan wajah Babakan Siliwangi ini membuat hutan kota dunia ini berdiri dengan semangat baru.
Percuma saja punya hutan kota yang diakui dunia jika masyarakat yang tinggal di sekitarnya tidak memanfaatkannya dengan baik. Selain aktivitas para seniman di Galeri Sanggar Olah Seni (SOS) yang terletak di dalam hutan, hampir tidak ada aktivitas lain di Babakan Siliwangi. Menyoal ini, komunitas HUB! hadir dengan pendekatan yang menarik: mengajak masyarakat bermain bersama di Babakan Siliwangi. Komunitas bernama panjang “Hayu Ulin di Baksil!” (Indonesia: Mari Kita Main di Baksil!) ini lahir pada tahun 2011, dengan hasrat mengajak masyarakat meramaikan Babakan Siliwangi melalui aktivitas-aktivitas positif sesuai kegemaran masing-masing. Diharapkan dengan semakin banyak orang beraktivitas dan merasa memiliki Babakan Siliwangi, maka akan semakin banyak pula orang yang peduli terhadap hutan kota ini. Secara rutin komunitas ini melakukan kegiatan-kegiatan menarik, di antaranya bersepeda, fotografi, menggambar komik, membuat lomba desain rumah burung, serta kegiatan-kegiatan menarik lainnya di kawasan Babakan Siliwangi. Semoga aksi mereka berbuah manis! 🙂
Dengan kemampuannya mengatur dan memelihara diri sendiri, hutan tidak membutuhkan terlau banyak campur tangan manusia. Manusia hanya perlu melakukan inisiasi dan perawatan pada tahap awal. Dengan segala keuntungan yang ditawarkan oleh hutan, masyarakat seharusnya tidak perlu lagi pusing menentukan apakah mereka membutuhkan hutan kota atau tidak. Hutan kota adalah lansekap terbaik yang dibutuhkan oleh sebuah kota untuk menjadi kota yang sehat. Tidak ada lansekap lain yang bisa menggantikan posisinya… juga keindahannya. Coba, beri lihat kepada kami sudut kota yang lebih indah dari ini:
***
Itu tadi sepotong cerita tentang hutan kota di Bandung. Bagaimana dengan kota tempat Anda tinggal, sudahkah memiliki hutan kota? Jika belum, siapkah Anda menjadi agen perubahan? Jika masyarakat dan komunitas-komunitas di kota Bandung bisa mewujudkan mimpi mereka memiliki hutan kota yang nyaman dan asri, masih ragukah Anda bahwa Anda juga bisa melakukannya?
Pepatah Sunda mengatakan “Leuweung ruksak, cai beak, manusa balangsak.” Jika hutan rusak, air akan habis, dan manusia akan sengsara. Mari selamatkan hutan yang tersisa, dan ciptakan hutan-hutan baru! Salam Lestari! 🙂
————————————————————————————————-
Artikel ini dibuat untuk kepentingan lomba menulis blog 3on3 Competition 2011 tenang “Open Public Space” yang diselenggarakan oleh ON|OFF, hasil karya Rima Putri Agustina, Rizki Ersa Heryana, dan Nicky Irawan.
gak tau emang tempatnya yang bagus ato juru potretnya yang jago, tapi kalo ngeliat gambarnya, kayaknya asik banget nih hutan kotanya.
di daerah cijantung jakarta sebenernya ada juga hutan kota lumayan luas, suasananya persis kayak babakan siliwangi. cuman di sana, hutan kotanya dipagerin tinggi-tinggi. kayaknya gak dimanfaatin untuk tempat wisata.
ini bogorwatch ngapain ngasih contoh di jakarta ya? =P kalo bogor mah gak ada hutan kota. adanya kebon di tengah kota. kebon raya bogor. semoga babakan siliwangi nanti bisa multifungsi kayak kebon raya bogor juga. =D
eh, ada juga toh di Cijantung? saya baru tau loh…. 😀
wah, jangan bandingin sama Bogor lah, Bogor mah udah pasti juara untuk masalah hutan-hutanan, ehehe… thanks udah mampir 🙂
keren foto-fotonya uyy…… 🙂
terima kasih Bunda, ini hasil jepretan Ersa 😀
aloo kk rima aloo
bagus artikelnya, awak klo ke bandung nyempetin kesana…
ayo, kita jalan2 bareng! 😀
Gua belum pernah ke Baksil >_< ah tujuan hunting foto berikutnya adalah Baksil ^^ Nice article, kakak Rima 😀 very well said, and explained. Oh ya, di negara2 maju setau gua mereka punya hutan kota, dan masyarakatnya sering main2 ke hutan itu, ngajak jalan anaknya, piknik dsb. Gua nggak ngerti kenapa klo di sini hutan itu diidentikkan dengan kotor dsb, padahal mah, salah besar. Ingin main ke hutan dari dulu, tapi da ndak boleh, ada Baksil, bisa main ke hutan 😀
Hayu ulin di Baksil!!
btw, akan ada menanam bersama di Baksil ya deket2 ini? maap ndak bisa ikutan (kuliah.. preeet), tapi sukses ya acaranya ^^
Karena di negara2 maju masyarakatnya sudah sadar akan arti penting hutan untuk kepentingan ekologis dan psikologis. Sayangnya kita masyarakat Indonesia yang notabene masih punya banyak hutan malah berpikir sebaliknya :p
Keren Saa..
bener-bener indah banget pemandangannya
ayo main ke Baksil! 🙂
Bukannya semakin banyak manusia yang “meramaikan” hutan justru makin membuat hutan jadi rusak? Binatangpun enggan untuk singgah.
Atau memang “hutan kota” difungsikan sebagai tempat bermain masyarakat kota?
tergantung cara meramaikannya. mungkin lebih tepat digunakan untuk bermain sambil belajar. segala sesuatu jika dikelola dengan baik niscaya akan memberikan hasil yang baik, begitu pula sebaliknya 🙂
selamat dapat PRIZE dari ACER. Semoga Open Public di kota ini bisa dimaksimalkan tidak sekedar tulisan tapi 1 tahun di depan akan ada hal-hal baru sebagai perbaikan. Keep movin’ n thx for being competitor. YOU’RE THE BEST Friend, Bro:)
wah baru tau aku mbak…. asik tyach sepertinya…. hal seperti ini memang seharusnya ada di tiap kota.
untuk hutan, di madura masih banyak, hanya saja tidak di tengah kota. 😀 namun ya itu beberapa banyak yang dialih fungsikan jadi pemukiman.
Oh, jadi hutan babakan siliwangi itu hutan buatan ya?
baru tahu..
hehe
salam kenal 🙂
nice blog sob .:)
sukses selalu 🙂
keren dua-duanya.. ya foto ya tulisannya.. 😀
salam kenal dari kaki Merapi
saya pernah ke babakan siliwangi waktu kecil. kayaknya udah berubah drastis ya makin ciamik
itu foto-foto jepretan nya bagus2 juga sih jadi makin terasa keindahan nya, hehe
belum pernah liat ternyata ada jembatan kanopi, mantap dipadu dengan skill fotografi yang handal
Ngeliat fotonya langsung berasa segerrrrr…..
loh hutan ini disebelah mananya sih
setiap ke bandung saya sering lewat jalan cihampelas
tapi ko ga ketemu hutan ini ya
-.-
ini di Jalan Siliwangi. kalau dari arah ITB, Babakan Siliwangi ada di sebelah kiri jalan di jalan menuju CIhampelas 🙂
yup, alangkah indahnya bila setiap kota mempunyai kawasan tersendiri yang dikhususkan sebagai penghijauan, karena kota sudah sangat identik dengan kegersangan dan sudah tentu sangat merusak mata. semoga inisiatif ini dapat diikuti kota-kota lain
Kereeeeeennnnnn … dlu pnh ke baksil tp skg makin kayanya bagus aja … senangnya .. kayanya cocok foto2 d sana sekaligus melepas penat tar aq pamerin di IG “hayuuuuu ulin ka baksil lur” 😊😊