Prasangka Oh Prasangka


Beberapa hari lalu, Om Piki menceritakan sebuah cerita yang menurut saya inspiratif. Cerita itu dia dapat dari Om Riichiro Oda.

Konon, ada sebuah penelitian yang dilakukan pada 2 kelompok calon pendeta. Seperti lazimnya calon pemuka agama, mereka diasumsikan memiliki hati mulia dan berwelas asih. Kelompok pertama diminta untuk datang ke gereja dalam waktu singkat, sehingga mereka berangkat secara terburu-buru. Sedangkan kelompok lain diminta untuk datang ke gereja dalam waktu yang tidak ditentukan, atau dengan kata lain diberi kelonggaran waktu.

Di jalan yang akan dilalui oleh para calon pendeta tersebut, ada seseorang yang berpura-pura menjadi peminta-minta. Tak dinyana, kelompok pendeta pertama tidak memberi uang kepada si peminta-minta, sedangkan kelompok kedua memberinya uang.

Bayangkan jika kita adalah seorang peminta-minta asli, kemungkinan besar kita akan menganggap buruk kelompok pendeta pertama.

Adilkah ketika kita berpikiran seperti itu? Jahatkah mereka?

Bagaimana jika kita mengetahui bahwa mereka sedang terburu-buru karena berjuang memenuhi suatu tugas mulia, apakah kita masih mengganggap mereka jahat? Mungkin pemikiran kita akan berbeda.

Kalau kita pikir-pikir lagi, berapa sih peluang seorang peminta-minta mengetahui bahwa seseorang berada pada kondisi terburu-buru saat melintas di hadapannya? Pastinya sangat kecil, karena sama sekali tidak ada proses komunikasi di antara keduanya. Kecuali jika si peminta-minta adalah seorang cenayang 😀

Lalu jika kita ejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari kita, seberapa sering dan sejauh apa sih kita bisa memahami kondisi orang-orang yang ada di sekitar kita? Coba bandingkan dengan seberapa sering kita menggerutu ketika seseorang berbuat “kesalahan,”? Jika poin ke dua lebih dominan, sangat mungkin bahwa kita adalah manusia penuh prasangka.

Coba hitung berapa kali kita berprasangka terhadap orang lain. Katakanlah kita berprasangka setiap 1 minggu, maka dalam 10 tahun, kita punya 520 prasangka. Berarti sejak 10 tahun lalu, saya telah berkontribusi 520 ketidakadilan dalam dunia ini.

Ternyata dunia ini dipenuhi oleh prasangka. Lebih buruk lagi, prasangka biasanya berbuntut pada sesuatu yang tidak baik bagi hubungan antar manusia. Jadi, ada baiknya bagi kita jika kita membiasakan diri untuk tidak berprasangka, kecuali jika kita benar-benar paham kondisi orang tersebut. Kenyataannya, memahami kondisi seseorang tidaklah semudah membalik telapak tangan. Pepatah mengatakan “kita tidak akan pernah bisa memahami seseorang, kecuali jika kita melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya… hingga kita menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya,” (diambil dari sebuah novel karya Harper Lee berjudul To Kill a Mockingbird).

Jadi, berhati-hatilah dengan hatimu. Usahakan untuk tidak mengotorinya dengan prasangka.

2 thoughts on “Prasangka Oh Prasangka

  1. Haii rime,,
    Ini tulisan pertama mu yaaa
    Kerennn,,
    Iya kadang kita selalu berprasangka sama orang lain,,
    Dan biasanya itu prasangka buruk,, yng lebih menyedihkan adalah saat tahu kenyataannya kalau itu semua salah

Leave a comment